Menapaki Jejak Spiritual dan Historis Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah: Pilar Tasawuf Ahlussunnah wal Jama‘ah di Indonesia
Oleh: Agus Gunawan
Abstrak
Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (JATMAN) merupakan salah satu organisasi keagamaan yang berperan penting dalam mengembangkan tasawuf dan thariqah di Indonesia. Berdiri pada 10 Oktober 1957 di Tegalrejo, Magelang, JATMAN menjadi wadah bagi para mursyid, khalifah, dan pengamal thariqah al-mu‘tabarah—yakni tarekat yang sanadnya bersambung hingga Rasulullah ﷺ. Sebagai badan otonom Nahdlatul Ulama (NU), JATMAN memiliki visi besar dalam memadukan spiritualitas Islam dengan semangat kebangsaan Indonesia. Artikel ini menelusuri sejarah, nilai ajaran, struktur organisasi, dan relevansi JATMAN dalam konteks sosial-keagamaan modern.
Pendahuluan
Tasawuf dan thariqah dalam Islam merupakan dimensi terdalam dari perjalanan spiritual manusia menuju Tuhan. Di Indonesia, ajaran ini berkembang melalui jalur pesantren dan tarekat yang diwariskan para ulama salafus shalih. Salah satu organisasi besar yang menampung para pengamal tarekat muktabarah adalah Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (JATMAN). Organisasi ini menjadi jembatan antara tradisi sufistik dan realitas sosial-keagamaan bangsa Indonesia, berlandaskan prinsip Ahlussunnah wal Jama‘ah.
Didirikan di Tegalrejo, Magelang, pada 20 Rajab 1377 H (10 Oktober 1957 M), JATMAN awalnya bernama Jam‘iyyah Ahlith Thariqah al-Mu‘tabarah. Baru pada Kongres VI tahun 1984 di Kraksaan, Probolinggo, nama “an-Nahdliyyah” resmi ditambahkan, sebagai tindak lanjut dari keputusan Muktamar NU ke-26 di Semarang. Sejak saat itu, JATMAN diakui sebagai badan otonom resmi Nahdlatul Ulama, bertugas membina dan mengembangkan ajaran thariqah muktabarah di bawah naungan NU.
Sejarah dan Tokoh-Tokoh Utama
JATMAN lahir dari keprihatinan para ulama tarekat terhadap perlunya wadah bersama untuk menjaga kemurnian amalan thariqah dari penyimpangan dan politisasi. Para tokoh perintisnya antara lain KH Muslih Abdurrahman (Mranggen), KH Nawawi (Berjan Purworejo), KH Masruhan (Mranggen), KH Khudlori (Tegalrejo), dan Andi Potopoi (Bupati Grobogan). Mereka menjadi pemrakarsa Muktamar I di Tegalrejo, Magelang, pada tahun 1957.
Pada tahap selanjutnya, dengan dukungan ulama NU, JATMAN diresmikan sebagai badan otonom di bawah PBNU melalui keputusan KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, KH Idham Chalid, KH Masykur, dan KH Muslih Abdurrahman. Keputusan ini menegaskan posisi JATMAN sebagai pilar spiritual dalam struktur keislaman Nahdlatul Ulama.
Kini, JATMAN dipimpin oleh Prof. Dr. H. Ali Masykur Musa, M.Si., M.Hum., seorang akademisi dan tokoh nasional yang juga aktif mengembangkan pendekatan sufistik dalam membangun moralitas bangsa.
Ajaran dan Nilai Thariqah al-Mu‘tabarah
JATMAN menekankan bahwa tarekat bukan sekadar bacaan wirid atau dzikir, melainkan metode pembentukan manusia seutuhnya—jasmani dan ruhani—menuju al-wushul ila Allah, yakni kedekatan hakiki dengan Tuhan. Dalam praktiknya, seorang salik (penempuh jalan spiritual) dibimbing oleh mursyid melalui tahapan maqamat seperti taubat, wara’, zuhud, sabar, syukur, dan mahabbah.
Kata al-Mu‘tabarah berarti tarekat yang diakui keabsahannya karena memiliki sanad muttasil (bersambung) hingga Rasulullah ﷺ melalui malaikat Jibril ‘alaihis salam. Dengan demikian, seluruh amalan thariqah muktabarah tidak keluar dari syariat Islam, melainkan memperdalam dimensi spiritual dari syariat itu sendiri.
Ajaran JATMAN memiliki sifat:
- Universal – melampaui batas wilayah dan bangsa.
- Menyeluruh – mencakup akidah, syariah, muamalah, dan akhlak.
- Tertib dan terbimbing – berdasar pada kitab-kitab muktabarah di bawah bimbingan mursyid.
- Membentuk insan kamil – manusia yang sadar akan pengawasan Allah, memiliki rasa takut (al-khauf), harap (ar-raja’), syukur, sabar, dan khusyuk.
- Berakhlak kenabian – amanah, fathonah, shiddiq, tabligh—sebagai cerminan cahaya Nabi Muhammad ﷺ.
Tujuan dan Fungsi Organisasi
Tujuan utama JATMAN adalah menegakkan syariat Islam ala Ahlussunnah wal Jama‘ah secara utuh—meliputi dimensi syariat, thariqah, hakikat, dan ma‘rifat—dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. JATMAN juga berkomitmen:
- Menyebarluaskan ajaran thariqah muktabarah melalui tawajjuhan dan kegiatan khususiyyah.
- Mempererat ukhuwah thariqiyyah dan memperkuat semangat tasamuh (toleransi) antar-aliran.
- Membina amaliah ubudiyyah yang bersih dari riya’ dan ujub, dengan orientasi ikhlas semata karena Allah.
Struktur organisasinya meliputi:
- Idarah ‘Aliyah (tingkat pusat),
- Idarah Wustha (provinsi),
- Idarah Syu‘biyyah (kabupaten/kota),
- Idarah Ghusniyyah (kecamatan),
- Idarah Sa‘afiyyah (desa/kelurahan).
Setiap tingkat memiliki empat majelis: Ifta’ (fatwa), Ifadliyyah (pembinaan), Imdla’iyyah (pelaksanaan), dan Imdadiyyah (pendukung). Pola ini menggambarkan disiplin struktural dan spiritual yang khas, di mana spiritualitas tidak dilepaskan dari manajemen dan tanggung jawab sosial.
Relevansi JATMAN dalam Konteks Modern
Dalam konteks modern, keberadaan JATMAN bukan hanya mempertahankan tradisi sufistik, tetapi juga menjawab tantangan spiritualitas di tengah kehidupan yang serba materialistis. Dengan pendekatan spiritual yang rasional dan moderat, JATMAN berperan menyeimbangkan antara ilmu dan amal, antara akal dan rasa, antara dunia dan akhirat.
Bagi kalangan akademisi dan mahasiswa, JATMAN menawarkan model pendidikan ruhani yang selaras dengan nilai-nilai kebangsaan. Tasawuf yang diajarkan JATMAN tidak menjauhkan diri dari realitas sosial, tetapi justru menjadi energi moral bagi pembangunan nasional. Hal ini sejalan dengan visi besar NU untuk menghadirkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin—Islam yang sejuk, toleran, dan berkeadaban.
Sebagaimana disampaikan Prof. Ali Masykur Musa, “JATMAN bukan hanya mengajarkan dzikir, tetapi mengajarkan kesadaran diri sebagai manusia Indonesia yang ber-Tuhan, beradab, dan bertanggung jawab atas kemaslahatan bersama.” Dalam konteks ini, tasawuf bukan pelarian, melainkan sumber kekuatan spiritual untuk membangun bangsa.
Penutup
Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah telah membuktikan dirinya sebagai organisasi yang mampu menjaga keseimbangan antara spiritualitas Islam dan nasionalisme Indonesia. Sejak berdirinya tahun 1957 hingga kini, JATMAN terus menjadi penjaga ruh ajaran tasawuf yang murni, sekaligus menjadi benteng moral bagi masyarakat modern.
Dengan akar sanad yang kokoh hingga Rasulullah ﷺ dan semangat kebangsaan yang kuat, JATMAN hadir sebagai pelita ruhani di tengah zaman yang gelap oleh egoisme dan materialisme. Ia menegaskan bahwa jalan menuju Tuhan tak lepas dari pengabdian kepada sesama manusia dan cinta kepada tanah air.[gn]
Daftar Pustaka
- Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah. Sejarah Singkat JATMAN di Indonesia. Idarah ‘Aliyah JATMAN, 2023.
- Musa, Ali Masykur. Tasawuf dan Pembangunan Karakter Bangsa. Jakarta: LKiS, 2018.
- Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat. Bandung: Mizan, 1995.
- Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama dan Tarekat di Dunia Islam. Jakarta: Prenada, 2012.
- Wahid, Abdurrahman. Prisma Pemikiran Gus Dur: Islam, Negara, dan Demokrasi. Yogyakarta: LKiS, 2003.
*Wkl Mudir JATMAN Jawa Barat